Abi, salah satu copywriter di kantor, menyampaikan rasa jenuhnya dalam bekerja..
“Sebaiknya saya ngapain ya..??”
“take a leave, take a break, go away!” saya bilang.
Tapi… betulkah hal itu (jika dia lakukan ) akan mampu mengatasi kejenuhanya dalam bekerja?
Mungkin, cara paling bijaksana adalah terlebih dahulu menggali alasan mengapa kejenuhan itu datang. Apakah karena factor ‘jenuh pada pekerjaan’ itu sendiri? Atau ‘jenuh pada sistem’? Atau jenuh pada partner? Atau ada hal yang lain..? Hihi.. sok jadi dokter nih!
Biasanya kan sebelum membuat suatu diagnosa, dokter terlebih dulu mengumpulan data-data penyakit, lalu menganalisa (berdasarkan pengetahuan serta pengalamanya), baru kemudian mendiagnosa dan memberikan obat, bukan? Nah.. jadi langkah awal adalah mencari data: apa sih yang membuat kita jenuh?
Setelah kita yakin penyebabnya.. ya tinggal dicari solusinya, khan?
Dalam kasus Abi, setelah saya tanya dia menjawab:
“Saya terlalu banyak menghabiskan waktu di kantor, sampai saya tak punya waktu lagi untuk yang lain…”
“Kenapa dong, terlalu banyak di kantor? Apakah kantor menuntutmu begitu? Atau memang kemauan sendiri?”
Dia Cuma nyengir kuda.
Setiap orang memiliki cara khas untuk mengatasi kejenuhan. Bagi saya, sholat adalah salah satu cara saya mengatasi kejenuhan ‘kerja’. Bagi orang lain, mungkin traveling bisa membantu. Orang lain lagi, mungkin harus dugem.
Scope kerja seorang copywriter adalah di area analytical thinking, yang berarti harus mampu menganalisa berbagai fakta yang terhidang. Apakah fakta itu mengenai produk, pasar, maupun konsumen-nya. Nah, sudah semestinya juga khan, kalau seorang copywriter juga harus mampu menganalisa permasalahanya sendiri?
Saya sendiri tidak pernah jenuh pada pekerjaan saya di bidang kreatif, sebab di situ lah passion saya. Tapi, saya justru akan jenuh kalau load kerja lagi kurang! Hehe.. nantang nih… Nah, untuk kasus Abi: apakah kejenuhan itu terjadi ketika banyak kerjaan? Wah.. jangan-jangan.. bukan di copywriting nih passion-nya! Perlu nyoba bidang lain, mungkin??
;)
Peace…!
Kamis, Februari 28, 2008
Selasa, Februari 26, 2008
MEMBUAT JINGLE YG BAIK
Bagaimanakah membuat jingle yang baik? Wah, agak panjang nih jawabnya! Tapi akan saya coba untuk membuatnya seringkas mungkin…
Seperti definisi saya sebelumnya, jingle adalah pengulangan dari brand name dan slogan. Tujuan pembuatan suatu jingle, biasanya untuk kepentingan yang long lasting (tidak seperti radio spot, atau lagu iklan, yang biasanya maksimum digunakan untuk satu tahun saja). Jingle biasanya dipergunakan untuk berbagai keperluan, namun terutama sebagai ‘signature tune’ dari semua materi komunikasi brand tsb. (kecuali di print ad, tentunya!).
Oleh karena itu, dalam pembuatan jingle, harus dipentingkan pada poin ‘memorability’ dari melodi, dan bukan enak atau tidak-nya sebuah jingle didengar. Boleh-boleh saja jingle tsb. ‘enak’ didengar namun apabila audience sulit untuk menangkap nama brand, sulit untuk mengingat nama brand, maka bisa dikatakan bahwa jingle tsb. gagal.
Ada sebuah contoh jingle yang menurut saya sangat bagus, yaitu jingle coklat TOP beberapa tahun lalu yang diciptakan oleh grup-nya Hamdan Omar. Meski bertahun telah berlalu, saya masih ingat kata-kata maupun irama jingle itu, yang akhirnya dikembangkan dalam beberapa aransemen musik (rap, hip-hop, reggae). Script-nya kira-kira begini (CMIIW):
Top top top..top top top top top…yang ini memang coklat top,
Top top top..top top top top top…rasanya ya memang top!
Top top top..top top top top top…coklat top ya memang nge-top!
Pada saat itu, di pasaran sudah ada beng-beng, yang notabene lebih enak rasanya. Top mau masuk pasar dengan harga sedikit lebih murah. Nah, karena ini produk baru, maka yang perlu diperkenalkan terlebih dulu adalah NAMA-nya. Kebetulan, namanya juga punya arti bagus untuk kalangan anak muda. Karakter anak muda suka dengan musik, jadi ya.. klop banget. Sayang sekali jingle yang bagus ini sekarang tidak lagi dipakai oleh client!
Akhir-akhir ini saya jarang sekali menemukan jingle yang baik. Banyak ‘pemerkosaan’ atas istilah jingle itu sendiri sehingga rancu antara ‘signing tune’ dengan jingle.
Contoh signing tune:
Dari telkomsel…
Sign in music-nya iklan Marlboro
Contoh Jingle:
Minyak kayu putih Konicare…
Blue Band Margarine..
Mudah-mudahan bisa ‘membayangkan’ sendiri ya melodinya.. soalnya saya ngga punya materinya..;)
Seperti definisi saya sebelumnya, jingle adalah pengulangan dari brand name dan slogan. Tujuan pembuatan suatu jingle, biasanya untuk kepentingan yang long lasting (tidak seperti radio spot, atau lagu iklan, yang biasanya maksimum digunakan untuk satu tahun saja). Jingle biasanya dipergunakan untuk berbagai keperluan, namun terutama sebagai ‘signature tune’ dari semua materi komunikasi brand tsb. (kecuali di print ad, tentunya!).
Oleh karena itu, dalam pembuatan jingle, harus dipentingkan pada poin ‘memorability’ dari melodi, dan bukan enak atau tidak-nya sebuah jingle didengar. Boleh-boleh saja jingle tsb. ‘enak’ didengar namun apabila audience sulit untuk menangkap nama brand, sulit untuk mengingat nama brand, maka bisa dikatakan bahwa jingle tsb. gagal.
Ada sebuah contoh jingle yang menurut saya sangat bagus, yaitu jingle coklat TOP beberapa tahun lalu yang diciptakan oleh grup-nya Hamdan Omar. Meski bertahun telah berlalu, saya masih ingat kata-kata maupun irama jingle itu, yang akhirnya dikembangkan dalam beberapa aransemen musik (rap, hip-hop, reggae). Script-nya kira-kira begini (CMIIW):
Top top top..top top top top top…yang ini memang coklat top,
Top top top..top top top top top…rasanya ya memang top!
Top top top..top top top top top…coklat top ya memang nge-top!
Pada saat itu, di pasaran sudah ada beng-beng, yang notabene lebih enak rasanya. Top mau masuk pasar dengan harga sedikit lebih murah. Nah, karena ini produk baru, maka yang perlu diperkenalkan terlebih dulu adalah NAMA-nya. Kebetulan, namanya juga punya arti bagus untuk kalangan anak muda. Karakter anak muda suka dengan musik, jadi ya.. klop banget. Sayang sekali jingle yang bagus ini sekarang tidak lagi dipakai oleh client!
Akhir-akhir ini saya jarang sekali menemukan jingle yang baik. Banyak ‘pemerkosaan’ atas istilah jingle itu sendiri sehingga rancu antara ‘signing tune’ dengan jingle.
Contoh signing tune:
Dari telkomsel…
Sign in music-nya iklan Marlboro
Contoh Jingle:
Minyak kayu putih Konicare…
Blue Band Margarine..
Mudah-mudahan bisa ‘membayangkan’ sendiri ya melodinya.. soalnya saya ngga punya materinya..;)
Jumat, Februari 22, 2008
Lowongan Buat Fresh Grad/ Calon Copywriter
Dari milis, mudah-mudahan bisa membantu mereka yang belum berpengalaman tapi punya passion besar jadi CW. Selamat mencoba
Dicari : Copywriter fresh graduate.
Pengalaman ga diperlukan yang penting berbakat.
Silakan kontak Pak Ari 0811-136677 Atau
Pak Ade di 0818--222342. Ditunggu ya....
Dicari : Copywriter fresh graduate.
Pengalaman ga diperlukan yang penting berbakat.
Silakan kontak Pak Ari 0811-136677 Atau
Pak Ade di 0818--222342. Ditunggu ya....
Kamis, Februari 21, 2008
JINGLE, SAMAKAH DGN LAGU IKLAN ?
Orang seringkali menyamaratakan jingle dengan iklan yang berbentuk lagu. LOh? Emangnya beda ya?! Astaganaga. Ternyata banyak pula mereka yang sudah menyandang predikat ‘copywriter’ sendiri pun ada yang belum tahu!
Definisi tentang jingle ini saya dapat dari mentor saya dalam suatu workshop bertajuk “Radio Workshop” yang diadakan selama seminggu. Beliau ini adalah mantan creative director yang akhirnya buka usaha dan mengkhususkan dirinya pada “radio spot writing anda producing”. Gilingan… kalo di Indonesia, bisa survive ngga ya usaha begini?
‘Jingle adalah pengulangan NAMA BRAND dan SLOGAN dengan ritme tertentu’
sedangkan ‘Lagu iklan adalah iklan yang dinyanyikan dengan melodi tertentu’. Begitulah kiranya. Jelas ngga?
Pakem ini sepertinya disetujui oleh banyak fihak termasuk client. Pernah dalam suatu presentasi script jingle, client sampai ‘menghitung’ berapa kali merk-nya disebut! Waduh! Ini client betul-betul ngerti apa artinya jingle, ngga heran sih dia jadi national marketing manager-nya suatu grup rokok terkenal!
Jingle biasanya diperlukan ketika stage of lifecycle dari produk tsb. masih sangat muda. Contoh: pada saat launch. Sehingga, diperlukan peningkatan awareness secara cepat terhadap nama brand, dan juga slogannya (ingat, slogan is a positioning of the product).
Lantas, pada saat seperti apa lagu iklan diperlukan? Ini pertanyaan menarik, karena saya yakin tidak mudah menjawabnya..:)
Pada dasarnya, lagu iklan diciptakan untuk menambah daya tarik pada brand tsb. Ada kiat yang menarik tentang lagu iklan ini… if you can’t sell anything, just sing it! Jadi, lagu iklan sangat direkomendasikan bagi produk-produk yang so so, yang biasa-biasa aja, yang ngga punya USP, yang juga disebut sebagai ‘parity products’.
Lagu iklan juga bisa menjadi ‘pelarian’ bagi copywriter yang tak mampu membuat ide besar dalam spot radionya..:)
Nah, kalau dirumusin, maka rumus JINGLE adalah: brand name, brand name, brand name, slogan, slogan, slogan, brand name, slogan, brand name, slogan….lalalala…brand name, slogan, brand name slogan… dst.
Sedang AD SONG adalah: product benefit, product benefit, product benefit,
product benefit, product benefit, …dst lalu diakhiri dengan brand name slogan.
Begitulah kir-kira...
Definisi tentang jingle ini saya dapat dari mentor saya dalam suatu workshop bertajuk “Radio Workshop” yang diadakan selama seminggu. Beliau ini adalah mantan creative director yang akhirnya buka usaha dan mengkhususkan dirinya pada “radio spot writing anda producing”. Gilingan… kalo di Indonesia, bisa survive ngga ya usaha begini?
‘Jingle adalah pengulangan NAMA BRAND dan SLOGAN dengan ritme tertentu’
sedangkan ‘Lagu iklan adalah iklan yang dinyanyikan dengan melodi tertentu’. Begitulah kiranya. Jelas ngga?
Pakem ini sepertinya disetujui oleh banyak fihak termasuk client. Pernah dalam suatu presentasi script jingle, client sampai ‘menghitung’ berapa kali merk-nya disebut! Waduh! Ini client betul-betul ngerti apa artinya jingle, ngga heran sih dia jadi national marketing manager-nya suatu grup rokok terkenal!
Jingle biasanya diperlukan ketika stage of lifecycle dari produk tsb. masih sangat muda. Contoh: pada saat launch. Sehingga, diperlukan peningkatan awareness secara cepat terhadap nama brand, dan juga slogannya (ingat, slogan is a positioning of the product).
Lantas, pada saat seperti apa lagu iklan diperlukan? Ini pertanyaan menarik, karena saya yakin tidak mudah menjawabnya..:)
Pada dasarnya, lagu iklan diciptakan untuk menambah daya tarik pada brand tsb. Ada kiat yang menarik tentang lagu iklan ini… if you can’t sell anything, just sing it! Jadi, lagu iklan sangat direkomendasikan bagi produk-produk yang so so, yang biasa-biasa aja, yang ngga punya USP, yang juga disebut sebagai ‘parity products’.
Lagu iklan juga bisa menjadi ‘pelarian’ bagi copywriter yang tak mampu membuat ide besar dalam spot radionya..:)
Nah, kalau dirumusin, maka rumus JINGLE adalah: brand name, brand name, brand name, slogan, slogan, slogan, brand name, slogan, brand name, slogan….lalalala…brand name, slogan, brand name slogan… dst.
Sedang AD SONG adalah: product benefit, product benefit, product benefit,
product benefit, product benefit, …dst lalu diakhiri dengan brand name slogan.
Begitulah kir-kira...
Selasa, Februari 19, 2008
HENTIKAN ‘PEMERKOSAAN’ DALAM BRAINSTORMING
Seringkali saya jumpai, anggota tim yang udah melakukan brainstorming berjam-jam, namun ternyata tak menghasilkan ide yang cukup bagus. Nah lho, di mana salahnya? Apa peserta brainstorming terlalu bego, ngga kreatif, atau bagaimana?
Brainstorming adalah salah satu tehnik untuk mencari ide, yang paling banyak dikenal dan digunakan. Namun, tak semua orang yang pernah menggunakanya betul-betul tahu cara melakukan brainstorming secara benar. Sehingga hasilnya ya seperti itu tadi… bingung, pabaliyut jeung hitut.. ngga puguh… tetep aja stuck sama ide-ide konvensional. Akhir-akhirnya di judge deh, bahwa kita ngga kreatif! Punten, mungkin yang nge-judge juga belum tahu cara ber-braintorming secara benar??? Hehe.. maaf...
Ketika kita melakukan brainstorming, maka kita secara aktif menggunakan salah satu sisi dari otak kita, menggunakan cara berfikir ‘divergen’ yang imajinatif, playful dan fun. Oleh karena itu, sebaiknya kita mengistirahatkan bagian otak kita yang lain, yang berfikir dengan cara ‘konvergen’ yang analitis dan menghakimi. Kenapa? Karena keduanya takkan pernah bisa berjalan secara bersamaan!
Dalam brainstorming yang benar, ada komitmen yang harus dipenuhi:
1. “NO NEGATIVE” : Artinya, setiap anggota yang terlibat dalam brainstorming itu tak boleh berkata dan atau berfikir negative tentang ide – sebodoh apa pun – yang dilemparkan di forum. Ngga ada kata-kata mencela, mengkritik, menjatuhkan. Semua yang angkat bicara harus mencoba untuk mengembangkan ide yang dilemparkan.
2. “NO BAD IDEA”: tahukah anda, penemuan-penemuan besar di dunia ini dimulai dari ide yang kelihatanya sangat bodoh? Ingat, the most original thing on earth was ugly. Contohnya ya.. kita semua ini waktu baru lahir… original and ugly.. (coba deh tanya nyokap..;)
3. “NO RULE”: bersikap bebaslah ketika melakukanya, sebab anda tak akan dihakimi, tak boleh dibatasi, tak bisa dikekang. Dalam brainstorming yang sesungguhnya, kita bebas menjada apa dan siapapun. Inilah yang memungkinkan terlemparnya the most craziest idea ever!
Saya tahu, sulit untuk mempraktekkan hal ini, terutama karena kita sudah terbiasa dengan mengkritik, mencela, menggunjing, berfikir jelek tentang orang lain, takut salah, takut dianggap bodoh. Memang begitu kebanyakan kita dibesarkan di Indonesia ini bukan?? Coba saja lihat tayangan TV kita yang penuh dengan gossip, investigasi (yang berakar dari kecurigaan), berita-berita criminal yang semua itu menumbuh- suburkan kerangka berfikir negative.
Tapi, begitu anda terbiasa untuk melakukan brainstorming secara benar, maka ide-ide segar akan mengalir begitu lancar… Nah, selamat mencoba!
Brainstorming adalah salah satu tehnik untuk mencari ide, yang paling banyak dikenal dan digunakan. Namun, tak semua orang yang pernah menggunakanya betul-betul tahu cara melakukan brainstorming secara benar. Sehingga hasilnya ya seperti itu tadi… bingung, pabaliyut jeung hitut.. ngga puguh… tetep aja stuck sama ide-ide konvensional. Akhir-akhirnya di judge deh, bahwa kita ngga kreatif! Punten, mungkin yang nge-judge juga belum tahu cara ber-braintorming secara benar??? Hehe.. maaf...
Ketika kita melakukan brainstorming, maka kita secara aktif menggunakan salah satu sisi dari otak kita, menggunakan cara berfikir ‘divergen’ yang imajinatif, playful dan fun. Oleh karena itu, sebaiknya kita mengistirahatkan bagian otak kita yang lain, yang berfikir dengan cara ‘konvergen’ yang analitis dan menghakimi. Kenapa? Karena keduanya takkan pernah bisa berjalan secara bersamaan!
Dalam brainstorming yang benar, ada komitmen yang harus dipenuhi:
1. “NO NEGATIVE” : Artinya, setiap anggota yang terlibat dalam brainstorming itu tak boleh berkata dan atau berfikir negative tentang ide – sebodoh apa pun – yang dilemparkan di forum. Ngga ada kata-kata mencela, mengkritik, menjatuhkan. Semua yang angkat bicara harus mencoba untuk mengembangkan ide yang dilemparkan.
2. “NO BAD IDEA”: tahukah anda, penemuan-penemuan besar di dunia ini dimulai dari ide yang kelihatanya sangat bodoh? Ingat, the most original thing on earth was ugly. Contohnya ya.. kita semua ini waktu baru lahir… original and ugly.. (coba deh tanya nyokap..;)
3. “NO RULE”: bersikap bebaslah ketika melakukanya, sebab anda tak akan dihakimi, tak boleh dibatasi, tak bisa dikekang. Dalam brainstorming yang sesungguhnya, kita bebas menjada apa dan siapapun. Inilah yang memungkinkan terlemparnya the most craziest idea ever!
Saya tahu, sulit untuk mempraktekkan hal ini, terutama karena kita sudah terbiasa dengan mengkritik, mencela, menggunjing, berfikir jelek tentang orang lain, takut salah, takut dianggap bodoh. Memang begitu kebanyakan kita dibesarkan di Indonesia ini bukan?? Coba saja lihat tayangan TV kita yang penuh dengan gossip, investigasi (yang berakar dari kecurigaan), berita-berita criminal yang semua itu menumbuh- suburkan kerangka berfikir negative.
Tapi, begitu anda terbiasa untuk melakukan brainstorming secara benar, maka ide-ide segar akan mengalir begitu lancar… Nah, selamat mencoba!
Senin, Februari 18, 2008
Lagi, LOWONGAN
DICARI COPYWRITER, BUKAN TUKANG POTOKOFI...
...buat Ideasphere dengan syarat :
1. PASSIONATE, bukan sok napsu.
2. TAHAN BANTING, definitely not a cry baby.
3. MAU PAKE OTAKNYA, bukan cuma mentingin kerjaan kelar dan yang penting punya kartu nama advertising.
Diutamakan yang masih seger2 seperti baru lulus kuliah atau sudah bekerja maksimal 3 tahun. Kalo bisa juga bahasa Inggrisnya jangan malu-maluin, jadi ga bikin malu orang tuanya.
Email data diri & portfolio semua dalam 1 file pdf, kirim ke :
kristy.iskandar@ ideasphere- ckgs.com
Semoga bermanfaat buat mereka yang mau masuk ke dunia periklanan, karena lowongan ini terbuka buat fresh grad!
Good luck...
...buat Ideasphere dengan syarat :
1. PASSIONATE, bukan sok napsu.
2. TAHAN BANTING, definitely not a cry baby.
3. MAU PAKE OTAKNYA, bukan cuma mentingin kerjaan kelar dan yang penting punya kartu nama advertising.
Diutamakan yang masih seger2 seperti baru lulus kuliah atau sudah bekerja maksimal 3 tahun. Kalo bisa juga bahasa Inggrisnya jangan malu-maluin, jadi ga bikin malu orang tuanya.
Email data diri & portfolio semua dalam 1 file pdf, kirim ke :
kristy.iskandar@ ideasphere- ckgs.com
Semoga bermanfaat buat mereka yang mau masuk ke dunia periklanan, karena lowongan ini terbuka buat fresh grad!
Good luck...
Sabtu, Februari 16, 2008
MBAH JINGKRAK
Belum lama ini saya bertelepon dengan adik saya di Jakarta. Karena kami sama-sama tukang makan, percakapan soal keluarga langsung beralih dalam tempo yang sesingkat-singkatnya menjadi obrolan soal jajanan.
Menurut adik saya, sekarang ada restoran unik di Jakarta yang namanya Mbah Jingkrak, yang masakannya teramat sangat pedas. Konon, menunya pun tak kalah heboh, seperti misalnya Ayam Wewe Gombel atau Sambal Iblis. Adik bersikeras mengajak saya andaikata suatu saat nanti berada di Jakarta untuk pergi menyantap masakan Mbah Jingkrak. Malam itu saya mimpi pedas, membayangkan kelezatan sang ayam dan sambal dengan sepiring, atau dua, nasi panas.
Keesokan paginya, entah kenapa, bayangan Mbah Jingkrak masih terus berjingkrak-jingkrak di dalam pikiran saya. Sampai di kantor pun, si-Mbah masih terus berjingkrak dan meliuk, malah makin hot. Bayangan seorang nenek ringkih yang terbungkuk-bungkuk lengkap dengan kebaya brokat dan konde serta sirihnya yang terus dikunyah-kunyah bercampur aduk dengan John Travolta dalam Saturday Night Fever. Something is not right. Visual ini gentayangan terus di benak saya, seperti sepotong melodi lagu pop yang melekat di kepala tanpa diminta.
Copywriting dan Mbah Jingkrak ternyata masih saudara. Dalam penulisan headline misalnya, seorang copywriter ditantang untuk mengungkapkan pesan iklan melalui jalinan kata-kata yang memorable. Headline yang memorable kadang juga adalah headline yang visual, yang mampu mengaktifkan imaji seseorang akan sesuatu. Fokusnya bisa pada brand personality atau pada hal-hal yang lebih taktis mengenai feature atau benefit dari produk tersebut.
“At 60 miles an hour the loudest noise in this new Rolls Royce comes from the electric clock.”
- Ogilvy & Mather, headline untuk Rolls Royce. Visual: Rolls Royce.
Tik, tok, tik, tok.
Substance (isi) adalah hal lain yang sering dilupakan oleh para copywriter pemula. Dalam menulis headline yang memorable, copywriter pemula cenderung terperangkap dalam penulisan yang lebih mementingkan “shock value” dan menomerduakan substance. Tanpa substance, headline tentu ngawur, dangkal atau bahkan superficial (mengada-ada). Memorable? Boleh jadi. Tapi apa yang di-memorize?
“After you get married, kiss your wife in places she’s never been kissed before.”
- Leagas Delaney, headline untuk Four Corners Resort. Visual: Panorama berbagai tempat berlibur nan romantis.
Substance datang dari pemahaman seorang copywriter akan suatu produk atau brand lengkap dengan dinamikanya. Untuk membantu proses pemahanan ini, banyak pertanyaan fundamental yang harus dijawab oleh seorang copywriter jauh hari sebelum penanya menyentuh kertas. Apakah ini produk baru? Apakah ini produk lama yang deperbaharui? Apa sejarah brand atau produk ini? Apa keunggulan atau keunikannya? Bagaimana halnya dengan brand-nya sendiri, apakah brand ini brand yang sudah mature atau brand muda? Sampai dimana tingkat recall dan awareness-nya? Siapa target market-nya? Bagaimana profil mereka? Siapa saingannya? Parity atau USP? Apa tangible dan emotional benefit dari produk ini? Apa yang ingin dicapai oleh produk ini melalui iklannya? Media apa saja yang akan digunakan? Di mana? Kapan? Dan lain sebagainya. Semakin komprehensif jawaban akan pertanyaan-pertanyaan ini, semakin menyeluruh pengertian copywriter akan asignment yang dihadapinya, semakin terbuka pula kemungkinan bagi si-writer untuk bermain meracik rangkaian kata-kata yang substantif dan memorable.
“Happiness is not around the corner. Happiness is the corner.”
- Fallon, headline untuk BMW. Visual: Sedan BMW meluncur mulus di sebuah jalan pegunungan yang berkelok.
Selamat berjingkrak-jingkrak!
Menurut adik saya, sekarang ada restoran unik di Jakarta yang namanya Mbah Jingkrak, yang masakannya teramat sangat pedas. Konon, menunya pun tak kalah heboh, seperti misalnya Ayam Wewe Gombel atau Sambal Iblis. Adik bersikeras mengajak saya andaikata suatu saat nanti berada di Jakarta untuk pergi menyantap masakan Mbah Jingkrak. Malam itu saya mimpi pedas, membayangkan kelezatan sang ayam dan sambal dengan sepiring, atau dua, nasi panas.
Keesokan paginya, entah kenapa, bayangan Mbah Jingkrak masih terus berjingkrak-jingkrak di dalam pikiran saya. Sampai di kantor pun, si-Mbah masih terus berjingkrak dan meliuk, malah makin hot. Bayangan seorang nenek ringkih yang terbungkuk-bungkuk lengkap dengan kebaya brokat dan konde serta sirihnya yang terus dikunyah-kunyah bercampur aduk dengan John Travolta dalam Saturday Night Fever. Something is not right. Visual ini gentayangan terus di benak saya, seperti sepotong melodi lagu pop yang melekat di kepala tanpa diminta.
Copywriting dan Mbah Jingkrak ternyata masih saudara. Dalam penulisan headline misalnya, seorang copywriter ditantang untuk mengungkapkan pesan iklan melalui jalinan kata-kata yang memorable. Headline yang memorable kadang juga adalah headline yang visual, yang mampu mengaktifkan imaji seseorang akan sesuatu. Fokusnya bisa pada brand personality atau pada hal-hal yang lebih taktis mengenai feature atau benefit dari produk tersebut.
“At 60 miles an hour the loudest noise in this new Rolls Royce comes from the electric clock.”
- Ogilvy & Mather, headline untuk Rolls Royce. Visual: Rolls Royce.
Tik, tok, tik, tok.
Substance (isi) adalah hal lain yang sering dilupakan oleh para copywriter pemula. Dalam menulis headline yang memorable, copywriter pemula cenderung terperangkap dalam penulisan yang lebih mementingkan “shock value” dan menomerduakan substance. Tanpa substance, headline tentu ngawur, dangkal atau bahkan superficial (mengada-ada). Memorable? Boleh jadi. Tapi apa yang di-memorize?
“After you get married, kiss your wife in places she’s never been kissed before.”
- Leagas Delaney, headline untuk Four Corners Resort. Visual: Panorama berbagai tempat berlibur nan romantis.
Substance datang dari pemahaman seorang copywriter akan suatu produk atau brand lengkap dengan dinamikanya. Untuk membantu proses pemahanan ini, banyak pertanyaan fundamental yang harus dijawab oleh seorang copywriter jauh hari sebelum penanya menyentuh kertas. Apakah ini produk baru? Apakah ini produk lama yang deperbaharui? Apa sejarah brand atau produk ini? Apa keunggulan atau keunikannya? Bagaimana halnya dengan brand-nya sendiri, apakah brand ini brand yang sudah mature atau brand muda? Sampai dimana tingkat recall dan awareness-nya? Siapa target market-nya? Bagaimana profil mereka? Siapa saingannya? Parity atau USP? Apa tangible dan emotional benefit dari produk ini? Apa yang ingin dicapai oleh produk ini melalui iklannya? Media apa saja yang akan digunakan? Di mana? Kapan? Dan lain sebagainya. Semakin komprehensif jawaban akan pertanyaan-pertanyaan ini, semakin menyeluruh pengertian copywriter akan asignment yang dihadapinya, semakin terbuka pula kemungkinan bagi si-writer untuk bermain meracik rangkaian kata-kata yang substantif dan memorable.
“Happiness is not around the corner. Happiness is the corner.”
- Fallon, headline untuk BMW. Visual: Sedan BMW meluncur mulus di sebuah jalan pegunungan yang berkelok.
Selamat berjingkrak-jingkrak!
Kamis, Februari 14, 2008
Info Lowongan nih!
Secara ini blog-nya copywriting, banyak orang yang menghubungi saya untuk bertanya tentang kemungkinan menjadi copywriter freelance. Nah, kebetulan ini ada lowongan untuk itu. Semoga bermanfaat!
Butuh cepet Freelance Creative:
1 orang Art Director & 1 orang Copywriter
yang penting punya pengalaman kerja di posisi masing2
buat handle klien nasional & multinational
buat kerja freelance max 3. bulan
kirim CV ke : andryanto@dentsu. co.id
Butuh cepet Freelance Creative:
1 orang Art Director & 1 orang Copywriter
yang penting punya pengalaman kerja di posisi masing2
buat handle klien nasional & multinational
buat kerja freelance max 3. bulan
kirim CV ke : andryanto@dentsu. co.id
Nunu
Waktu Nunu mengajak saya untuk ikut menulis di blog ini, saya merasa bangga dan bingung. Bangga karena permintaan ini datangnya dari seseorang yang bukan hanya award-winning copywriter dengan senioritas dan jam terbang yang tinggi di dunia periklanan di tanah air, tapi juga seseorang yang kebetulan juga adalah sahabat dan kolega kerja yang sangat saya hormati. Bingung karena setelah bertahun-tahun absen dari dunia periklanan di tanah air, tak terpikir apa kiranya subyek yang relevan yang bisa saya sumbangkan di blog ini, yang kira-kira tidak akan menimbulkan rasa kantuk, rasa pusing ataupun rasa mules.
Mungkin, karena itu, ada baiknya saya berbagi cerita tentang hal yang umum dan “short & sweet” saja (baca: short & sweet = relatif), tentang Nunu dan saya (baca: Semua Umur), dan kreativitas (baca: mungkin bukan hanya copywriting).
Ingat Nunu saya jadi ingat masa “kecil” dulu. Seorang copywriter muda (dalam usia dan dalam bidang penulisan naskah iklan) yang beruntung dapat bergabung dengan sebuah biro iklan yang bertaburkan bintang kreatif dan awards; yang lapar akan ilmu dan selalu resah serta ingin tahu; yang selalu membaca, bertanya, dan mencari-cari rahasia dibalik naskah-naskah iklan yang brilyan; yang tak henti-hentinya mengamati sekelilingnya mengintai munculnya formula ajaib “how to write an award winning copy” yang ces-pleng dan betul-betul award-winning; yang “panas” setiap kali melihat iklan-iklan lain yang “fresh” muncul di Kompas atau RCTI atau Prambors; yang menuhankan David Ogilvy; yang menganggap advertising agency sama saja dengan sebuah dojo yang sempai-nya para art director/copywriter dan sensei-nya para creative director; yang tak mengenal kata impossible; yang selalu ingin manjdi lebih baik, lebih baik dan lebih baik lagi. Di awal tahun 1993, saya duduk di sebuah cubicle beberapa meter dari Nunu. Seperti gabus, menyerap semuanya.
Februari 14, 2008. Saya masih panas setiap kali melihat iklan-iklan yang fresh muncul di CNN, Wall Street Journal, Wired, Rolling Stone, Fast Company, Comedy Central, Google, Youtube, Super Bowl. Di langit, di bumi, di laut, di udara. Saya masih membaca, bertanya, dan mencari. Mendengar dan mengamati. Walaupun Ogilvy sudah bukan tuhan lagi dan ternyata tuhan bukan Ogilvy, saya masih merasa duduk beberapa meter dari Nunu, membiarkannya mejadi inspirasi.
Dalam perjalanan kreatif, ada baiknya kita tidak pernah merasa kenyang. Dalam perjalanan kreatif, ada baiknya kita tidak pernah terbuai. Dalam perjalanan kreatif, ada baiknya kita tak pernah berhenti menyerap dan terinspirasi oleh orang-orang disekeliling kita. Dalam perjalanan kreatif, cari dan temukan keindahan di setiap jengkal lingkungan kita. Dalam perjalanan kreatif, jangan berhenti.
Supaya tidak tambah mules, saya cukupkan dulu tulisan ini dengan harapan semoga semua insan kreatif tetap lapar, dan haus dan resah. Dalam retrospeksi, semoga kita semua dapat menemukan “Nunu-Nunu” masing-masing yang dapat terus menjadi inspirasi dan bagian dari perjalanan kreatif kita. Dimanapun dan kemapanun. Sekarang dan nanti.
Mungkin, karena itu, ada baiknya saya berbagi cerita tentang hal yang umum dan “short & sweet” saja (baca: short & sweet = relatif), tentang Nunu dan saya (baca: Semua Umur), dan kreativitas (baca: mungkin bukan hanya copywriting).
Ingat Nunu saya jadi ingat masa “kecil” dulu. Seorang copywriter muda (dalam usia dan dalam bidang penulisan naskah iklan) yang beruntung dapat bergabung dengan sebuah biro iklan yang bertaburkan bintang kreatif dan awards; yang lapar akan ilmu dan selalu resah serta ingin tahu; yang selalu membaca, bertanya, dan mencari-cari rahasia dibalik naskah-naskah iklan yang brilyan; yang tak henti-hentinya mengamati sekelilingnya mengintai munculnya formula ajaib “how to write an award winning copy” yang ces-pleng dan betul-betul award-winning; yang “panas” setiap kali melihat iklan-iklan lain yang “fresh” muncul di Kompas atau RCTI atau Prambors; yang menuhankan David Ogilvy; yang menganggap advertising agency sama saja dengan sebuah dojo yang sempai-nya para art director/copywriter dan sensei-nya para creative director; yang tak mengenal kata impossible; yang selalu ingin manjdi lebih baik, lebih baik dan lebih baik lagi. Di awal tahun 1993, saya duduk di sebuah cubicle beberapa meter dari Nunu. Seperti gabus, menyerap semuanya.
Februari 14, 2008. Saya masih panas setiap kali melihat iklan-iklan yang fresh muncul di CNN, Wall Street Journal, Wired, Rolling Stone, Fast Company, Comedy Central, Google, Youtube, Super Bowl. Di langit, di bumi, di laut, di udara. Saya masih membaca, bertanya, dan mencari. Mendengar dan mengamati. Walaupun Ogilvy sudah bukan tuhan lagi dan ternyata tuhan bukan Ogilvy, saya masih merasa duduk beberapa meter dari Nunu, membiarkannya mejadi inspirasi.
Dalam perjalanan kreatif, ada baiknya kita tidak pernah merasa kenyang. Dalam perjalanan kreatif, ada baiknya kita tidak pernah terbuai. Dalam perjalanan kreatif, ada baiknya kita tak pernah berhenti menyerap dan terinspirasi oleh orang-orang disekeliling kita. Dalam perjalanan kreatif, cari dan temukan keindahan di setiap jengkal lingkungan kita. Dalam perjalanan kreatif, jangan berhenti.
Supaya tidak tambah mules, saya cukupkan dulu tulisan ini dengan harapan semoga semua insan kreatif tetap lapar, dan haus dan resah. Dalam retrospeksi, semoga kita semua dapat menemukan “Nunu-Nunu” masing-masing yang dapat terus menjadi inspirasi dan bagian dari perjalanan kreatif kita. Dimanapun dan kemapanun. Sekarang dan nanti.
Rabu, Februari 13, 2008
THE BETTER THE PRE-PRO, THE BETTER THE RESULT
Apa sajakah yang perlu diperhatikan dari sebuah pre-production? Sejauh mana itu mempengaruhi hasil?
Suatu ide, sebaik apa pun, bila tidak bisa dieksekusi dengan benar maka akan kelihatan buruk. Hal ini pernah saya alami sendiri. Saya membuat 2 script radio dengan ide dasar sama, hanya beda versi : satu versi boy, satu versi girl, tapi akhirnya yang ‘girl’ lah yang mendapat silver award karena saat eksekusi, talent untuk ‘boy’ sangat ‘flat’ dalam bercerita. Begitulah….
Pre-production pada intinya adalah mempersiapkan segala sesuatu guna memperlancar production. Dalam hal ini, yang paling rumit adalah pre-pro untuk TVC, karena melibatkan banyak factor, banyak manusia juga. Kalau untuk radio spot, kita hanya perlu memperhitungkan talent VO, mixing & SFX, maka untuk TVC langkahnya bisa sangat-sangat jauh berbeda.
Untuk tahap awal, penentuan film director sangatlah penting. Hal ini bisa dilihat dari treatment dia atas storyboard, serta showreel yang mereka miliki. Kadangkala, treatment-nya bagus, tapi showreelnya biasa dan sebaliknya. Idealnya sih, bagus dua-duanya. Tapi kalau harus kompromi (biasanya karena harga), mana yang lebih baik? Ya kenyataan lah yang lebih baik: showreel. Kalau kenyataanya dia bisa menghasilkan eksekusi yang bagus, treatment bisa ditolerir lah…
Perlu diingat, key crew seperti art director dan DOP juga sangat penting. Karena itu perlu sekali dilakukan pembahasan mendalam mengenai set, props, wardrobe, tone dan juga feel yang harus didapat nantinya. Belum lagi masalah pemilihan talent. Kalau memakai talent yang sudah punya nama sih, biasanya akan menyingkat waktu. Tapi kalau talent-nya adalah ‘nobody’ alias muka baru di dunia model, wah….perlu waktu jauh lebih lama untuk mempersiapkanya.
Terakhir, musik atau voice over! Ini perlu dibahas sejak awal, dan kalau perlu dalam pre-pro sudah ada demo dari musician yang direkomendasikan. Begitu juga contoh VO dan atau vocalisnya.
Pre-pro yang matang akan memungkinkan kita untuk mendapat bayangan hingga 90% dari hasil akhir. Dan tentunya bayangan ini bukan hanya ada di benak si pencipta, namun juga segenap pihak yang terlibat di dalam pre-pro tsb., yakni film director,PH, agency dan client.
Suatu ide, sebaik apa pun, bila tidak bisa dieksekusi dengan benar maka akan kelihatan buruk. Hal ini pernah saya alami sendiri. Saya membuat 2 script radio dengan ide dasar sama, hanya beda versi : satu versi boy, satu versi girl, tapi akhirnya yang ‘girl’ lah yang mendapat silver award karena saat eksekusi, talent untuk ‘boy’ sangat ‘flat’ dalam bercerita. Begitulah….
Pre-production pada intinya adalah mempersiapkan segala sesuatu guna memperlancar production. Dalam hal ini, yang paling rumit adalah pre-pro untuk TVC, karena melibatkan banyak factor, banyak manusia juga. Kalau untuk radio spot, kita hanya perlu memperhitungkan talent VO, mixing & SFX, maka untuk TVC langkahnya bisa sangat-sangat jauh berbeda.
Untuk tahap awal, penentuan film director sangatlah penting. Hal ini bisa dilihat dari treatment dia atas storyboard, serta showreel yang mereka miliki. Kadangkala, treatment-nya bagus, tapi showreelnya biasa dan sebaliknya. Idealnya sih, bagus dua-duanya. Tapi kalau harus kompromi (biasanya karena harga), mana yang lebih baik? Ya kenyataan lah yang lebih baik: showreel. Kalau kenyataanya dia bisa menghasilkan eksekusi yang bagus, treatment bisa ditolerir lah…
Perlu diingat, key crew seperti art director dan DOP juga sangat penting. Karena itu perlu sekali dilakukan pembahasan mendalam mengenai set, props, wardrobe, tone dan juga feel yang harus didapat nantinya. Belum lagi masalah pemilihan talent. Kalau memakai talent yang sudah punya nama sih, biasanya akan menyingkat waktu. Tapi kalau talent-nya adalah ‘nobody’ alias muka baru di dunia model, wah….perlu waktu jauh lebih lama untuk mempersiapkanya.
Terakhir, musik atau voice over! Ini perlu dibahas sejak awal, dan kalau perlu dalam pre-pro sudah ada demo dari musician yang direkomendasikan. Begitu juga contoh VO dan atau vocalisnya.
Pre-pro yang matang akan memungkinkan kita untuk mendapat bayangan hingga 90% dari hasil akhir. Dan tentunya bayangan ini bukan hanya ada di benak si pencipta, namun juga segenap pihak yang terlibat di dalam pre-pro tsb., yakni film director,PH, agency dan client.
Senin, Februari 11, 2008
CONCEPT CHECK UNTUK MENINGKATKAN EFEKTIVITAS IKLAN
Kelemahan banyak pelaku kreatif saat ini adalah kurangnya melakukan riset setelah materi iklan/ komunikasi jadi. Maklum, hari gini, sibuk kejar setoran dan dikejar deadline! Udah begitu, klien juga seringkali ngga mau tahu (atau memang tak tahu) pentingnya hal ini dilakukan. Padahal, dengan melakukan small survey saja, kita bisa mendapatkan manfaat yang sangat banyak!
Memang small survey tidak bisa mencerminkan dan apalagi mewakili pendapat seluruh target audience, namun setidaknya ia bisa memberi gambaran apakah komunikasi yang kita lakukan bisa mencapai sasaran? Kadangkala, kita sebagai creator telah begitu jatuh cinta pada karya kita sendiri sehingga lupa menempatkan diri sebagai audience; sebagai konsumen yang akan melihat dan atau mendengar iklan kita. Dengan melakukan survey, kita mendapat indikasi apakah materi itu layak tayang, atau bahkan apakah ia layak di present ke client?
Mengetahui bagaimana konsumen bereaksi terhadap materi komunikasi yang kita buat, juga membuat kita menyadari bagaimana cara berfikir orang ketika melihat iklan. Ya, kita pun juga bagian dari masyarakat, bagian dari target audience, betul. Tapi kita sebagai creator tetap saja bias – alias ngga obyektif - dalam menilai sebuah materi komunikasi, bahkan bila itu ciptaan orang lain sekalipun! Kenapa? Karena mindset kita memang sudah bias! Cobalah perhatikan diri kita sendiri ketika pagi-pagi membaca Koran: apakah berita dulu yang kita baca, atau iklan dulu yang kita perhatikan? Bandingkan dengan orang yang dunia kerjanya sama sekali tak berhubungan dengan dunia iklan: berbedakah cara mereka membaca?
Dulu, ketika awal-awal berkecimpung di periklanan, saya sering sebal dengan komentar client – yang biasanya orang asing – tentang masyarakat Indonesia:
“Indonesian people are litteral! They just read the visual!”
dalam hati saya protes berat:
“huh, under estimate banget sih sama orang Indonesia???” begitu fikir saya.
Tapi, setelah beberapa kali terlibat dalam survey concept check, kok, lama-lama saya menemukan hal yang sama juga, ya…? Jadi tengsin.
Seringkali ketika saya mensurvey lay out kepada beberapa orang, timbul pernyataan-pernyataan yang kedengaran ‘stupid’ bagi kita, tapi benar begitulah adanya. Begitulah cara mereka – yang notabene adalah calon konsumen kita - melihat, mendengar, dan membaca sebuah iklan/materi omunikasi: mereka cenderung mengasosiasikan diri dengan gambar di dalam iklan tsb. Dan yang mengejutkan, ini tak hanya terjadi di kalangan bawah – yang biasa kita sebut kelas BCD; namun juga pada strata social yang lebih tinggi; termasuk urban society dengan pendidikan di atas S1!
Mungkin karena itukah, hampir semua client selalu keberatan jika kita melakukan pendekatan negative???
Memang small survey tidak bisa mencerminkan dan apalagi mewakili pendapat seluruh target audience, namun setidaknya ia bisa memberi gambaran apakah komunikasi yang kita lakukan bisa mencapai sasaran? Kadangkala, kita sebagai creator telah begitu jatuh cinta pada karya kita sendiri sehingga lupa menempatkan diri sebagai audience; sebagai konsumen yang akan melihat dan atau mendengar iklan kita. Dengan melakukan survey, kita mendapat indikasi apakah materi itu layak tayang, atau bahkan apakah ia layak di present ke client?
Mengetahui bagaimana konsumen bereaksi terhadap materi komunikasi yang kita buat, juga membuat kita menyadari bagaimana cara berfikir orang ketika melihat iklan. Ya, kita pun juga bagian dari masyarakat, bagian dari target audience, betul. Tapi kita sebagai creator tetap saja bias – alias ngga obyektif - dalam menilai sebuah materi komunikasi, bahkan bila itu ciptaan orang lain sekalipun! Kenapa? Karena mindset kita memang sudah bias! Cobalah perhatikan diri kita sendiri ketika pagi-pagi membaca Koran: apakah berita dulu yang kita baca, atau iklan dulu yang kita perhatikan? Bandingkan dengan orang yang dunia kerjanya sama sekali tak berhubungan dengan dunia iklan: berbedakah cara mereka membaca?
Dulu, ketika awal-awal berkecimpung di periklanan, saya sering sebal dengan komentar client – yang biasanya orang asing – tentang masyarakat Indonesia:
“Indonesian people are litteral! They just read the visual!”
dalam hati saya protes berat:
“huh, under estimate banget sih sama orang Indonesia???” begitu fikir saya.
Tapi, setelah beberapa kali terlibat dalam survey concept check, kok, lama-lama saya menemukan hal yang sama juga, ya…? Jadi tengsin.
Seringkali ketika saya mensurvey lay out kepada beberapa orang, timbul pernyataan-pernyataan yang kedengaran ‘stupid’ bagi kita, tapi benar begitulah adanya. Begitulah cara mereka – yang notabene adalah calon konsumen kita - melihat, mendengar, dan membaca sebuah iklan/materi omunikasi: mereka cenderung mengasosiasikan diri dengan gambar di dalam iklan tsb. Dan yang mengejutkan, ini tak hanya terjadi di kalangan bawah – yang biasa kita sebut kelas BCD; namun juga pada strata social yang lebih tinggi; termasuk urban society dengan pendidikan di atas S1!
Mungkin karena itukah, hampir semua client selalu keberatan jika kita melakukan pendekatan negative???
Rabu, Februari 06, 2008
MEMUPUK KREATIVITAS
Menjadi copywriter, bekerja di departemen kreatif, tentunya tantangan terbesarnya adalah... harus tetap kreatif! Nah, apakah anda percaya bahwa anda kreatif? Jika anda percaya bahwa anda kreatif, maka anda telah memulai satu langkah! Ya, untuk bisa berfikir kreatif, maka seseorang harus terlebih dulu percaya dan yakin bahwa dia kreatif! Dengan kepercayaan ini, dia akan mencoba segala cara dan menemukan jalannya.
Saya selalu percaya, bahwa creativity is an attitude: dia harus menjadi bagian integral dari pribadi kita. Ia harus menjadi kelakuan kita sehari-hari, menjadi cara berfikir kita setiap saat! Kreatif adalah mencari cara dan atau jalan yang tidak biasa, yang baru, yang lain daripada yang lain, yang tidak me too. Kreatif adalah to be able to stand out from the crowd. Karena itu pula, orang-orang kreatif biasanya aneh-aneh, gila-gila, eksentrik.
Kreativitas dalam periklanan akan tampak pada hasil karya, pada brainstorming session, pada presentasi, bahkan pada saat briefing! Kreativitas adalah output dari otak kita. Oleh karena itu, agar otak tidak menjadi ‘kering’, maka ia harus diberi input sebanyak-banyaknya. Berilah input dengan cara:
- membaca apa saja
- nonton apa saja
- jalan-jalan kemana saja
- bergaul dengan siapa saja
- mendengar apa saja
- mencoba segala hal
- makan apa saja
- belajar apa saja
- mendapat pengalaman sebanyak-banyaknya
- selalu ingin tahu
- membuka semua inderanya dan mengamati apa yang terjadi di dunia sekitarnya
menjadi orang kratif berarti selalu menjadi spon (bukan spongebob lho ya?) dimana pun ia berada, menjadi penyerap segala informasi, tanpa proteksi.
Saya pernah kenal dengan seorang writer handal yang selalu membawa-bawa notes dalam sakunya. Ia akan mencatat segala sesuatu yang menarik hatinya, mengumpulkan karakter berbagai macam manusia yang dikenalnya, yang dianggapnya unik.
“sapa tahu bisa jadi karakter di radio spot aku” begitu katanya.
Menjadi kreatif berarti menjadi pengamat yang baik. Selebihnya, hanyalah pengetahuan tentang berbagai tehnik berfikir kreatif seperti: brainstorming, the six hat, the matrix, dll. dsb.
Tapi di atas semua, kreativitas adalah attitude yang harus dimiliki semua orang yang ingin bekerja di bagian kreatif!
Saya selalu percaya, bahwa creativity is an attitude: dia harus menjadi bagian integral dari pribadi kita. Ia harus menjadi kelakuan kita sehari-hari, menjadi cara berfikir kita setiap saat! Kreatif adalah mencari cara dan atau jalan yang tidak biasa, yang baru, yang lain daripada yang lain, yang tidak me too. Kreatif adalah to be able to stand out from the crowd. Karena itu pula, orang-orang kreatif biasanya aneh-aneh, gila-gila, eksentrik.
Kreativitas dalam periklanan akan tampak pada hasil karya, pada brainstorming session, pada presentasi, bahkan pada saat briefing! Kreativitas adalah output dari otak kita. Oleh karena itu, agar otak tidak menjadi ‘kering’, maka ia harus diberi input sebanyak-banyaknya. Berilah input dengan cara:
- membaca apa saja
- nonton apa saja
- jalan-jalan kemana saja
- bergaul dengan siapa saja
- mendengar apa saja
- mencoba segala hal
- makan apa saja
- belajar apa saja
- mendapat pengalaman sebanyak-banyaknya
- selalu ingin tahu
- membuka semua inderanya dan mengamati apa yang terjadi di dunia sekitarnya
menjadi orang kratif berarti selalu menjadi spon (bukan spongebob lho ya?) dimana pun ia berada, menjadi penyerap segala informasi, tanpa proteksi.
Saya pernah kenal dengan seorang writer handal yang selalu membawa-bawa notes dalam sakunya. Ia akan mencatat segala sesuatu yang menarik hatinya, mengumpulkan karakter berbagai macam manusia yang dikenalnya, yang dianggapnya unik.
“sapa tahu bisa jadi karakter di radio spot aku” begitu katanya.
Menjadi kreatif berarti menjadi pengamat yang baik. Selebihnya, hanyalah pengetahuan tentang berbagai tehnik berfikir kreatif seperti: brainstorming, the six hat, the matrix, dll. dsb.
Tapi di atas semua, kreativitas adalah attitude yang harus dimiliki semua orang yang ingin bekerja di bagian kreatif!
Senin, Februari 04, 2008
Dipilih Benar Biar Hidup
Ajaran CD saya yang sangat tertanam di benak saya semasa junior copywriter adalah radio itu seperti theatre of mind. Waktunya hanya 30 detik (masa itu) tapi kita harus "sakti" memainkan emosi pendengar. Pandai-pandailah membuat naskah iklan radio yang bisa menghanyutkan para pendengar radio alias tidak membuat mereka menggerutu karena iklan buatan Anda terasa membosankan atau "basi". Pelajaran kedua yang tidak mungkin saya lupakan saat menciptakan naskah iklan radio adalah pemilihan talent voice over. Sekreatif apapun naskah radio Anda tidaklah berarti bila dia tidak bisa dihidupkan dengan pemilihan aktor atau pengisi suara yang berkarakter tepat.
Selain dari buku dan film, imajinasi masa kecil saya banyak berkembang lewat peran Sanggar Prathivi. Saat itu Sanggar Prathivi banyak mengeluarkan rekaman suara yang menceritakan kisah tradisional Indonesia seperti Timun Mas, Ande Ande Lumut, Bawang Merah Bawang dan Putih. Maria Oentoe, namanya tidak terlupakan. Suaranya yang keibuan, benar-benar lekat di benak saya, membuat saya selalu beranggapan inilah suara ibu yang bijak yang mampu meluluhkan resehnya anak-anak nakal. Pengalaman saya mendengar dari kaset-kaset cerita dari Sanggar Prathivi adalah wujud nyata theatre of mind saya ketika kecil. Lewat kekuatan suara, saya bisa membayangkan seperti apa wujud nenek sihir, baik hatinya Bawang Putih, judesnya ibu tiri, besarnya raksasa.
Contoh lain, di masa jayanya iklan rokok Marlboro dan Bentoel, suara Tono Sebastian bagi saya saat itu benar-benar memberi nilai lebih iklan tersebut. Menimbulkan kesan, bagi saya yang anti rokok, kalau rokok ini memang untuk pria sejati. Bayangkan, orang yang anti rokok bisa berkomentar demikian? Kekuatan suara yang berkarakterlah penyebabnya.
Kembali ke cara memilih aktor untuk naskah iklan radio. Menurut saya, saat Anda membuat naskah itu sendiri sebaiknya Anda juga sudah membayangkan karakter yang ada. Misalnya, berbadan besarkah dia? Berapa usianya? Apa latar belakang sosial ekonominya? Orang Minang asli atau bergaya Cinta Laura? Tipe judeskah dia? Tipe suami takut istrikah dia? Berwibawakah dia? Remaja yang centil atau tegaskah dia? Bila Anda sudah yakin dengan karakter yang Anda buat, mulailah mencari jenis suara yang menurut Anda bisa menghidupkan karakter itu. Di sini peran diskusi antara copywriter dan produser radio pun mulai hidup. Biasanya studio rekaman yang bagus memiliki deretan pengisi suara yang bisa diandalkan. Seorang pengisi suara atau voice over talent berpengalaman bisa memainkan karakter yang berbeda, tentunya sesuai arahan naskah Anda. Tapi jangan menutup kemungkinan untuk mencoba talent baru. Namanya juga bekerja di bidang kreatif, ya harus kreatif juga mencari jenis suara yang berbeda dong? Kalau tidak, bisa-bisa iklan radio Anda terdengar sama dengan iklan yang diputar sebelumnya karena pengisi suaranya sama.
Sekadar berbagi. Ketika saya harus membuat kampanye iklan radio obat batuk sepanjang 60 detik, saya usulkan pada klien untuk membuat sejenis drama radio yang berlatar belakang kehidupan masyarakat pedesaan. Tokoh utamanya adalah Wak Haji yang kondang di kampung sebagai penengah segala kerumitan hidup masyarakat kampung itu. Maka saya pun mencari "aktor" yang karakter suaranya bisa melambangkan kebajikan dan penuh kesabaran. Contoh lain, iklan radio Pemilu 1999. Iklan yang diminta adalah menjelaskan kepada publik bahwa untuk mendaftar menjadi pemilih, panitia Pemilu menerima apapun surat keterangan sah Anda. Terpilihlah kisah seorang waria yang hanya memiliki ijasah kursus kecantikan. Karakter suara waria yang diinginkan akhirnya kami dapatkan dari seseorang yang sama sekali belum pernah mengisi suara untuk iklan radio. Namun beliau memang bekerja di salon kecantikan dan gaya berbicaranya memang kemayu. Waktu recording berlangsung cepat dan begitu hidup karena memang para aktornya begitu menjiwai, terlebih si aktor waria. Ketika iklan radio tersebut beredar, banyak orang yang tersenyum dan bisa membayangkan adegan percakapan si waria dan panitia pendaftaran. Alhamdulillah.
Semoga tulisan ini bisa membantu Anda untuk "menghidupkan" naskah iklan radio Anda. Pilihlah dengan benar pengisi suara untuk naskah iklan radio Anda agar saat diputar di radio nanti bisa membuat si pendengar tersenyum, terharu, atau terhanyut di tengah apapun aktivitas mereka. Jangan lupa, iklan radio adalah theatre of mind.
Selain dari buku dan film, imajinasi masa kecil saya banyak berkembang lewat peran Sanggar Prathivi. Saat itu Sanggar Prathivi banyak mengeluarkan rekaman suara yang menceritakan kisah tradisional Indonesia seperti Timun Mas, Ande Ande Lumut, Bawang Merah Bawang dan Putih. Maria Oentoe, namanya tidak terlupakan. Suaranya yang keibuan, benar-benar lekat di benak saya, membuat saya selalu beranggapan inilah suara ibu yang bijak yang mampu meluluhkan resehnya anak-anak nakal. Pengalaman saya mendengar dari kaset-kaset cerita dari Sanggar Prathivi adalah wujud nyata theatre of mind saya ketika kecil. Lewat kekuatan suara, saya bisa membayangkan seperti apa wujud nenek sihir, baik hatinya Bawang Putih, judesnya ibu tiri, besarnya raksasa.
Contoh lain, di masa jayanya iklan rokok Marlboro dan Bentoel, suara Tono Sebastian bagi saya saat itu benar-benar memberi nilai lebih iklan tersebut. Menimbulkan kesan, bagi saya yang anti rokok, kalau rokok ini memang untuk pria sejati. Bayangkan, orang yang anti rokok bisa berkomentar demikian? Kekuatan suara yang berkarakterlah penyebabnya.
Kembali ke cara memilih aktor untuk naskah iklan radio. Menurut saya, saat Anda membuat naskah itu sendiri sebaiknya Anda juga sudah membayangkan karakter yang ada. Misalnya, berbadan besarkah dia? Berapa usianya? Apa latar belakang sosial ekonominya? Orang Minang asli atau bergaya Cinta Laura? Tipe judeskah dia? Tipe suami takut istrikah dia? Berwibawakah dia? Remaja yang centil atau tegaskah dia? Bila Anda sudah yakin dengan karakter yang Anda buat, mulailah mencari jenis suara yang menurut Anda bisa menghidupkan karakter itu. Di sini peran diskusi antara copywriter dan produser radio pun mulai hidup. Biasanya studio rekaman yang bagus memiliki deretan pengisi suara yang bisa diandalkan. Seorang pengisi suara atau voice over talent berpengalaman bisa memainkan karakter yang berbeda, tentunya sesuai arahan naskah Anda. Tapi jangan menutup kemungkinan untuk mencoba talent baru. Namanya juga bekerja di bidang kreatif, ya harus kreatif juga mencari jenis suara yang berbeda dong? Kalau tidak, bisa-bisa iklan radio Anda terdengar sama dengan iklan yang diputar sebelumnya karena pengisi suaranya sama.
Sekadar berbagi. Ketika saya harus membuat kampanye iklan radio obat batuk sepanjang 60 detik, saya usulkan pada klien untuk membuat sejenis drama radio yang berlatar belakang kehidupan masyarakat pedesaan. Tokoh utamanya adalah Wak Haji yang kondang di kampung sebagai penengah segala kerumitan hidup masyarakat kampung itu. Maka saya pun mencari "aktor" yang karakter suaranya bisa melambangkan kebajikan dan penuh kesabaran. Contoh lain, iklan radio Pemilu 1999. Iklan yang diminta adalah menjelaskan kepada publik bahwa untuk mendaftar menjadi pemilih, panitia Pemilu menerima apapun surat keterangan sah Anda. Terpilihlah kisah seorang waria yang hanya memiliki ijasah kursus kecantikan. Karakter suara waria yang diinginkan akhirnya kami dapatkan dari seseorang yang sama sekali belum pernah mengisi suara untuk iklan radio. Namun beliau memang bekerja di salon kecantikan dan gaya berbicaranya memang kemayu. Waktu recording berlangsung cepat dan begitu hidup karena memang para aktornya begitu menjiwai, terlebih si aktor waria. Ketika iklan radio tersebut beredar, banyak orang yang tersenyum dan bisa membayangkan adegan percakapan si waria dan panitia pendaftaran. Alhamdulillah.
Semoga tulisan ini bisa membantu Anda untuk "menghidupkan" naskah iklan radio Anda. Pilihlah dengan benar pengisi suara untuk naskah iklan radio Anda agar saat diputar di radio nanti bisa membuat si pendengar tersenyum, terharu, atau terhanyut di tengah apapun aktivitas mereka. Jangan lupa, iklan radio adalah theatre of mind.
MY BOOK
Senangnya bisa mulai posting! Makasih buat semua yg udah menyapa, baik di shoutbox, berkomentar di postingan, maupun yg direct ke email saya. Wah ternyata selama saya pergi ngga ada kontributor lain yang ngisi ya..? Ck...ck... pada sibuk liburan kali ye..?
HALO GALIH, HERBY, ALEX & teman-teman yang lain, yang menanyakan tentang buku saya berjudul How 2b come a good Copywriter, silahkan berkunjung kesini untuk mendownload file PDF-nya. Ini web masih under construction, jadi kalau bolot.. maklum aja ya..? Kalau masih belum bisa download, coba kunjungi beberapa hari lagi, mudah-mudahan udah lancarrr... hehe..
Sekali lagi makasih untuk semuanya. Sebisa mungkin saya akan penuhi permintaan, dan menjawab pertanyaan dari semuanya. Tapi... sabar ya...? Awal tahun gini biasanya lagi repot bangetz.....
HALO GALIH, HERBY, ALEX & teman-teman yang lain, yang menanyakan tentang buku saya berjudul How 2b come a good Copywriter, silahkan berkunjung kesini untuk mendownload file PDF-nya. Ini web masih under construction, jadi kalau bolot.. maklum aja ya..? Kalau masih belum bisa download, coba kunjungi beberapa hari lagi, mudah-mudahan udah lancarrr... hehe..
Sekali lagi makasih untuk semuanya. Sebisa mungkin saya akan penuhi permintaan, dan menjawab pertanyaan dari semuanya. Tapi... sabar ya...? Awal tahun gini biasanya lagi repot bangetz.....
PRESENTASI YANG BAIK, SEPERTI APA?
Kemampuan melakukan presentasi dengan baik akan merupakan nilai tambah tersendiri bagi seorang copywriter. Dalam wawancara awal sewaktu rekrutmen, hal ini pun akan sangat mudah dikenali oleh pewawancara. Seorang writer dengan kemampuan presentasi yang memadai akan dengan mudah melakukan komunikasi dua arah (dalam wawancara) dan menampilkan kemampuan serta kelebihan dirinya dengan baik.
Suatu presentasi biasanya dianggap baik apabila presentasi itu mampu mencapai tujuanya dengan cara yang menarik dari awal hingga akhir. Kadangkala, presentasi yang baik mampu menjual ide yang biasa-biasa saja dan sebaliknya, presentasi yang membosankan dan tidak meyakinkan akan membuat ide bagus kelihatan tidak berharga.
Tujuan dari presentasi dalam dunia periklanan biasanya adalah untuk menjual ide; baik ide kreatif maupun ide lainnya, termasuk media planning. Karena bertujuan menjual, maka pastilah presentasi itu berusaha keras untuk meyakinkan audience-nya. Jadi, presentasi adalah komunikasi yang bersifat persuasive, persis sama dengan iklan itu sendiri.
Untuk bisa meyakinkan dan selanjutnya menjual, maka terlebih dahulu kita harus yakin akan apa yang kita presentasikan tersebut. Kita harus yakin bahwa itu adalah ide terbaik, lengkap dengan segala macam alasanya. Keyakinan itu akan membuat kita mampu meyakinkan orang lain pula.
Bila audience dalam meeting itu cukup banyak, pastikan masing-masing orang bisa mendengarkan dan melihat apa yang sedang anda presentasikan. Lakukan tes alat terlebih dahulu, apakah slide anda bisa dilihat dengan jelas oleh audience paling jauh? Bila tidak, bagaimana anda menyiasatinya? Mungkin perlu materi dalam bentuk hard copy? Inilah pentingnya persiapan. Dan bila anda tak sempat melakukanya (saya kok yakin ini sering terjadi), maka jalan paling ‘slamet’ adalah membawa semuanya, termasuk hard-copy. Just in case listrik mati pun (hal terburuk), presentasi tetap jalan, kan?
Selain persiapan alat, materi, dan sitting arrangement, maka persiapkan juga diri anda! Karena anda lah yang akan menjadi pusat perhatian. Mulai dari penampilan, hingga penguasaan terhadap materi, termasuk urutan slide. Hal-hal konyol seperti salah pencet sehingga slide yang semestinya belum keluar, bisa dihindari jika anda cukup menguasai materi.
Karena anda adalah bintang dalam setiap presentasi, maka cobalah untuk menguasai setiap audience dengan baik. Lakukan contact mata dengan semuanya, bicaralah dengan intonasi yang pelan, jelas, dan dengan volume yang cukup, tidak terlalu keras serta tidak terlalu pelan. Cobalah berlatih untuk bicara meyakinkan di depan cermin setiap hari! Sebab bukankah tiada hari tanpa presentasi? Bahkan dalam brainstorming dengan partner pun anda sebenarnya tengah melakukan sebuah presentasi bukan? Ya, yang paling penting guna meningkatkan kemampuan presentasi adalah latihan, latihan, dan latihan!
Suatu presentasi biasanya dianggap baik apabila presentasi itu mampu mencapai tujuanya dengan cara yang menarik dari awal hingga akhir. Kadangkala, presentasi yang baik mampu menjual ide yang biasa-biasa saja dan sebaliknya, presentasi yang membosankan dan tidak meyakinkan akan membuat ide bagus kelihatan tidak berharga.
Tujuan dari presentasi dalam dunia periklanan biasanya adalah untuk menjual ide; baik ide kreatif maupun ide lainnya, termasuk media planning. Karena bertujuan menjual, maka pastilah presentasi itu berusaha keras untuk meyakinkan audience-nya. Jadi, presentasi adalah komunikasi yang bersifat persuasive, persis sama dengan iklan itu sendiri.
Untuk bisa meyakinkan dan selanjutnya menjual, maka terlebih dahulu kita harus yakin akan apa yang kita presentasikan tersebut. Kita harus yakin bahwa itu adalah ide terbaik, lengkap dengan segala macam alasanya. Keyakinan itu akan membuat kita mampu meyakinkan orang lain pula.
Bila audience dalam meeting itu cukup banyak, pastikan masing-masing orang bisa mendengarkan dan melihat apa yang sedang anda presentasikan. Lakukan tes alat terlebih dahulu, apakah slide anda bisa dilihat dengan jelas oleh audience paling jauh? Bila tidak, bagaimana anda menyiasatinya? Mungkin perlu materi dalam bentuk hard copy? Inilah pentingnya persiapan. Dan bila anda tak sempat melakukanya (saya kok yakin ini sering terjadi), maka jalan paling ‘slamet’ adalah membawa semuanya, termasuk hard-copy. Just in case listrik mati pun (hal terburuk), presentasi tetap jalan, kan?
Selain persiapan alat, materi, dan sitting arrangement, maka persiapkan juga diri anda! Karena anda lah yang akan menjadi pusat perhatian. Mulai dari penampilan, hingga penguasaan terhadap materi, termasuk urutan slide. Hal-hal konyol seperti salah pencet sehingga slide yang semestinya belum keluar, bisa dihindari jika anda cukup menguasai materi.
Karena anda adalah bintang dalam setiap presentasi, maka cobalah untuk menguasai setiap audience dengan baik. Lakukan contact mata dengan semuanya, bicaralah dengan intonasi yang pelan, jelas, dan dengan volume yang cukup, tidak terlalu keras serta tidak terlalu pelan. Cobalah berlatih untuk bicara meyakinkan di depan cermin setiap hari! Sebab bukankah tiada hari tanpa presentasi? Bahkan dalam brainstorming dengan partner pun anda sebenarnya tengah melakukan sebuah presentasi bukan? Ya, yang paling penting guna meningkatkan kemampuan presentasi adalah latihan, latihan, dan latihan!
Jumat, Februari 01, 2008
JADILAH PEMBOSAN, JADILAH ANAK NAKAL
Aduh! Ini nasehat kok jelek buanget ya??!! Hihi.. ya begitulah kalau kita mau kreatif! Harus nakal (paling tidak fikiranya), harus cepat bosan.. sebab dengan kedua cara itu kita akan bisa menemukan ide-ide yang outstanding…
Fikiran nakal (tapi bukan hanya berkonotasi jorok seperti pada kata ‘wanita nakal’ lho ya) akan membawa kita pada ide-ide yang tidak biasa. Keinginan untuk ‘jahil’ membuat kita selalu mengutak-utik ide atau pendapat yang sudah dianggap ‘mapan’ dalam masyarakat. Contoh ide karena ‘kenakalan’ ini banyak sekali kita temui..
“Bakso rudal”
“Bakso granat”
“Es pocong”
dll. dsb.
Nakal berarti memiliki kecenderungan untuk ‘to be different’.. dan itu bagus untuk memupuk kreativitas.
Sifat pembosan apa bagusnya? Haha… kalau kita berfikir positif, maka segala sesuatu itu pasti ada gunanya, bahkan sifat pembosan sekali pun!
Jadilah pembosan ketika anda tengah berada dalam tahap ‘seleksi ide’, bukan dalam tahap ‘membangun ide’.. maka anda akan lebih terdorong lagi untuk menemukan ide-ide baru yang lebih segar. Ungkapan seperti:
“Bosen ah, masak pakai format dialoooog… ‘mulu”; akan membawa kita pada pencarian format baru dalam bertutur dan berkomunikasi.
Karena kreatif itu ‘attitude’ maka perlu pula dipupuk segala sesuatu yang akan membangun creative attitude dalam diri kita. Salah satunya, ya sifat gampang bosan dan sifat suka berfikir nakal itu.
Enak kan kerja di bagian kreatif? Wong Cuma disuruh nakal-in apa pun yang kita lihat???
Enjoy your Life!
Fikiran nakal (tapi bukan hanya berkonotasi jorok seperti pada kata ‘wanita nakal’ lho ya) akan membawa kita pada ide-ide yang tidak biasa. Keinginan untuk ‘jahil’ membuat kita selalu mengutak-utik ide atau pendapat yang sudah dianggap ‘mapan’ dalam masyarakat. Contoh ide karena ‘kenakalan’ ini banyak sekali kita temui..
“Bakso rudal”
“Bakso granat”
“Es pocong”
dll. dsb.
Nakal berarti memiliki kecenderungan untuk ‘to be different’.. dan itu bagus untuk memupuk kreativitas.
Sifat pembosan apa bagusnya? Haha… kalau kita berfikir positif, maka segala sesuatu itu pasti ada gunanya, bahkan sifat pembosan sekali pun!
Jadilah pembosan ketika anda tengah berada dalam tahap ‘seleksi ide’, bukan dalam tahap ‘membangun ide’.. maka anda akan lebih terdorong lagi untuk menemukan ide-ide baru yang lebih segar. Ungkapan seperti:
“Bosen ah, masak pakai format dialoooog… ‘mulu”; akan membawa kita pada pencarian format baru dalam bertutur dan berkomunikasi.
Karena kreatif itu ‘attitude’ maka perlu pula dipupuk segala sesuatu yang akan membangun creative attitude dalam diri kita. Salah satunya, ya sifat gampang bosan dan sifat suka berfikir nakal itu.
Enak kan kerja di bagian kreatif? Wong Cuma disuruh nakal-in apa pun yang kita lihat???
Enjoy your Life!
Langganan:
Postingan (Atom)