Kelemahan banyak pelaku kreatif saat ini adalah kurangnya melakukan riset setelah materi iklan/ komunikasi jadi. Maklum, hari gini, sibuk kejar setoran dan dikejar deadline! Udah begitu, klien juga seringkali ngga mau tahu (atau memang tak tahu) pentingnya hal ini dilakukan. Padahal, dengan melakukan small survey saja, kita bisa mendapatkan manfaat yang sangat banyak!
Memang small survey tidak bisa mencerminkan dan apalagi mewakili pendapat seluruh target audience, namun setidaknya ia bisa memberi gambaran apakah komunikasi yang kita lakukan bisa mencapai sasaran? Kadangkala, kita sebagai creator telah begitu jatuh cinta pada karya kita sendiri sehingga lupa menempatkan diri sebagai audience; sebagai konsumen yang akan melihat dan atau mendengar iklan kita. Dengan melakukan survey, kita mendapat indikasi apakah materi itu layak tayang, atau bahkan apakah ia layak di present ke client?
Mengetahui bagaimana konsumen bereaksi terhadap materi komunikasi yang kita buat, juga membuat kita menyadari bagaimana cara berfikir orang ketika melihat iklan. Ya, kita pun juga bagian dari masyarakat, bagian dari target audience, betul. Tapi kita sebagai creator tetap saja bias – alias ngga obyektif - dalam menilai sebuah materi komunikasi, bahkan bila itu ciptaan orang lain sekalipun! Kenapa? Karena mindset kita memang sudah bias! Cobalah perhatikan diri kita sendiri ketika pagi-pagi membaca Koran: apakah berita dulu yang kita baca, atau iklan dulu yang kita perhatikan? Bandingkan dengan orang yang dunia kerjanya sama sekali tak berhubungan dengan dunia iklan: berbedakah cara mereka membaca?
Dulu, ketika awal-awal berkecimpung di periklanan, saya sering sebal dengan komentar client – yang biasanya orang asing – tentang masyarakat Indonesia:
“Indonesian people are litteral! They just read the visual!”
dalam hati saya protes berat:
“huh, under estimate banget sih sama orang Indonesia???” begitu fikir saya.
Tapi, setelah beberapa kali terlibat dalam survey concept check, kok, lama-lama saya menemukan hal yang sama juga, ya…? Jadi tengsin.
Seringkali ketika saya mensurvey lay out kepada beberapa orang, timbul pernyataan-pernyataan yang kedengaran ‘stupid’ bagi kita, tapi benar begitulah adanya. Begitulah cara mereka – yang notabene adalah calon konsumen kita - melihat, mendengar, dan membaca sebuah iklan/materi omunikasi: mereka cenderung mengasosiasikan diri dengan gambar di dalam iklan tsb. Dan yang mengejutkan, ini tak hanya terjadi di kalangan bawah – yang biasa kita sebut kelas BCD; namun juga pada strata social yang lebih tinggi; termasuk urban society dengan pendidikan di atas S1!
Mungkin karena itukah, hampir semua client selalu keberatan jika kita melakukan pendekatan negative???
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar