Senin, September 19, 2011

CONTOH IDE KREATIF YANG “MEMBUNUH” BRAND FEEL

Dulu, ketika masih menjadi copywriter junior, saya sering bete sama boss & client karena ide yang kami (saya & partner) anggap kreatif, ditolak mentah-mentah. Dan saya yakin, hingga detik ini pun masih banyak insan kreatif yang merasakan hal yang sama!

Hayoooo....ga usah nunjuk jarii!!

Tapi, setelah kini saya banyak berkecimpung di dunia brand planning, saya jadi bisa mengerti mengapa ide yang ‘gila’ yang ‘unik’ dan ‘kreatif’ terkadang membahayakan terhadap salah satu brand building block yang bernama “Brand Feel”

Salah satu contoh materi iklan TV yang masih tayang saat ini dan membuat saya “ilfil” sama brand nya adalah pembersih WC berinisial H. Gimana enggak, coba?! Wong lagi enak-enak nonton TV sambil mengunyah jajanan Solo, eeeh...malah disuguhin gambar lobang WC kotor yang sangat menjijikkan. Bikin ga bisa nelen, bikin sebel, bikin saya antipati dengan brand tersebut!

Emang sih saya jadi nyadar bahwa ada pembersih WC bernama H (ini produk baru), yang berarti bahwa awareness of thr brand sudah terbangun dengan baik, dan ini berarti pula bahwa salah satu tujuan launching sudah tercapai. Tapi....apa gunanya awareness kalau orang tidak simpatik?!

Banyak keyakinan di kalangan para marketer dan praktisi marcomm bahwa konsumen memilih suatu brand berdasarkan pendekatan HOT/emosional, meskipun konsumen selalu merasa dirinya logis. So, kalau brand feel tidak positif, maka di masa depan brand akan kehilangan simpati dari pelanggan...dan akhirnya, bisa ditebak, brand akan kehilangan share sedikit demi sedikit oleh brand yang lebih simpatik di mata konsumen.

Inilah mungkin yang menyebabkan mengapa pendekatan kreatif yang bersifat positif lebih gampang dijual ke klien!
Meski begitu, tetap ada saja pendekatan kreatif positif yang pada eksekusinya malah “menjatuhkan” kepentingan brand building.

Mau contoh?

Ingat iklan TV mi instan tentang “cerita kenangan bersama ayah?” di situ diceritakan bagaimana setiap nonton bola sang ayah selalu memasak semangkok mi untuk dimakan berdua anaknya. Tapi kemudian sanga ayah meninggal...

Setiap kali iklan itu tayang, saya berujar kepada anak-anak:
“tuuuh...!! bapaknya kebanyakan makan mi instan...mati deh...! Makanya, jangan keseringan makan IND###MIE!”

Halah, wong ngiklan maksudnya jualan kok malah menjadi sarana ibu-ibu menasehati anaknya supaya ngga makan itu mie ya??!!

Waduh!

3 komentar:

Vie mengatakan...

Mungkin, pendekatan yang diambil oleh klien dengan brand pembersih WC H ingin secara gamblang memperlihatkan masalah yang ada lalu memberi solusinya. Saya pikir itu pendekatan yang sangat umum dipakai untuk beriklan. Membaca postingan Mbak, saya jadi bertanya-tanya, apa semestinya klien juga memikirkan dampak jijik seperti yang Mbak rasakan? Berapa banyak orang yang merasa jijik dan akhirnya malah gak mau beli? Atau banyak yang merasa jijik sekaligus justru ingin beli?

Iklan TV mie instan IND###MIE, saya belum pernah lihat sih... Apa komentar Mbak gak terlalu subjektif ya? Atau memang cerita yang sad ending itu justru memberi impresi buruk? Karena setahu saya, setiap iklan yang dilihat pasti ditanggapi berbeda-beda tergantung siapa yang lihat.

:)

awenk mengatakan...

yups, setuju sama kakak saya diatas. sepertinya pendapat mbak Nunu terlalu subjektif. saya pribadi tidak merasa terganggu dengan visualisasi kloset yang ditunjukkan di iklan tsb, malah justru melihat bagaimana cara aplikasi langsung produk tersebut. nah masalahnya pendapat saya ini juga subjektif...nah lo, jadi pegimana nih...yasudahlah, mari makan ind*mie pake telor, kornet, plus cabe rawit iris...sedaaap!

nunu andini mengatakan...

Yaah...subyektif sih emg harus ya..namanya pendapat. We cannot make all people happy right?