Waktu Nunu mengajak saya untuk ikut menulis di blog ini, saya merasa bangga dan bingung. Bangga karena permintaan ini datangnya dari seseorang yang bukan hanya award-winning copywriter dengan senioritas dan jam terbang yang tinggi di dunia periklanan di tanah air, tapi juga seseorang yang kebetulan juga adalah sahabat dan kolega kerja yang sangat saya hormati. Bingung karena setelah bertahun-tahun absen dari dunia periklanan di tanah air, tak terpikir apa kiranya subyek yang relevan yang bisa saya sumbangkan di blog ini, yang kira-kira tidak akan menimbulkan rasa kantuk, rasa pusing ataupun rasa mules.
Mungkin, karena itu, ada baiknya saya berbagi cerita tentang hal yang umum dan “short & sweet” saja (baca: short & sweet = relatif), tentang Nunu dan saya (baca: Semua Umur), dan kreativitas (baca: mungkin bukan hanya copywriting).
Ingat Nunu saya jadi ingat masa “kecil” dulu. Seorang copywriter muda (dalam usia dan dalam bidang penulisan naskah iklan) yang beruntung dapat bergabung dengan sebuah biro iklan yang bertaburkan bintang kreatif dan awards; yang lapar akan ilmu dan selalu resah serta ingin tahu; yang selalu membaca, bertanya, dan mencari-cari rahasia dibalik naskah-naskah iklan yang brilyan; yang tak henti-hentinya mengamati sekelilingnya mengintai munculnya formula ajaib “how to write an award winning copy” yang ces-pleng dan betul-betul award-winning; yang “panas” setiap kali melihat iklan-iklan lain yang “fresh” muncul di Kompas atau RCTI atau Prambors; yang menuhankan David Ogilvy; yang menganggap advertising agency sama saja dengan sebuah dojo yang sempai-nya para art director/copywriter dan sensei-nya para creative director; yang tak mengenal kata impossible; yang selalu ingin manjdi lebih baik, lebih baik dan lebih baik lagi. Di awal tahun 1993, saya duduk di sebuah cubicle beberapa meter dari Nunu. Seperti gabus, menyerap semuanya.
Februari 14, 2008. Saya masih panas setiap kali melihat iklan-iklan yang fresh muncul di CNN, Wall Street Journal, Wired, Rolling Stone, Fast Company, Comedy Central, Google, Youtube, Super Bowl. Di langit, di bumi, di laut, di udara. Saya masih membaca, bertanya, dan mencari. Mendengar dan mengamati. Walaupun Ogilvy sudah bukan tuhan lagi dan ternyata tuhan bukan Ogilvy, saya masih merasa duduk beberapa meter dari Nunu, membiarkannya mejadi inspirasi.
Dalam perjalanan kreatif, ada baiknya kita tidak pernah merasa kenyang. Dalam perjalanan kreatif, ada baiknya kita tidak pernah terbuai. Dalam perjalanan kreatif, ada baiknya kita tak pernah berhenti menyerap dan terinspirasi oleh orang-orang disekeliling kita. Dalam perjalanan kreatif, cari dan temukan keindahan di setiap jengkal lingkungan kita. Dalam perjalanan kreatif, jangan berhenti.
Supaya tidak tambah mules, saya cukupkan dulu tulisan ini dengan harapan semoga semua insan kreatif tetap lapar, dan haus dan resah. Dalam retrospeksi, semoga kita semua dapat menemukan “Nunu-Nunu” masing-masing yang dapat terus menjadi inspirasi dan bagian dari perjalanan kreatif kita. Dimanapun dan kemapanun. Sekarang dan nanti.
Kamis, Februari 14, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar