Pada hematnya, menjadi pekerja iklan adalah menjadi ‘pencuri’. Loh kok?? ! Hehe.. heran ya? Padahal memang begitulah hakekatnya. Coba difikir ulang, ketika seseorang nonton TV, baca Koran, baca majalah, dengerin radio, apakah mereka mengharapkan iklan? Please… kita semua tahu khan jawabnya? Iklan datang bak pencuri, yang nongol sebentar di jeda waktu untuk kemudian ditinggalkan (yakni saat penonton TV memencet remote, atu pendengar radio men switch channel, atau pembaca Koran membalik halaman). Sedih ya? Udah mikir berhari-hari, persiapan shooting berminggu-minggu, review sampai jam satu malam, hasilnya cuma buat dicuekin…! Hahahahaha…
Herannya, makin banyak saja biro-biro iklan bermunculan, makin banyak saja anak-anak muda yang tertarik untuk memasuki dunia ini. Saya sendiri juga heran, kenapa saya sangat mencintai pekerjaan saya yang nyaris ‘nothing’ ini. Kadangkala, Adri – copywriter terlucu di kantor – sampai mengumpat: “hei, this is just advertiding man! Nobody dies. “ kalimat itu muncul kalau kami telah melakukan berkali-kali review, dan beberapa anggota tim sampai tak kuasa menahan emosi dalam review. :)
Ya, menjadi ‘advertising animal’ berarti menjadi pekerja keras yang tugasnya ‘mencuri’ sedikit waktu khalayak ramai. Menyebalkan? Atau menantang? Apapun itu, setidaknya kita masih bisa berusaha untuk menjadi pencuri yang menawan, pencuri yang ditoleransi, atau bahkan – kalau bisa – dicintai.
Untuk bisa menawan hati, tentunya kita akan bermain pada area ‘like’ dari target audience kita. Apa sih yang mereka sukai? Kalau mereka suka humor, gunakan joke. Kalau mereka suka kartun, gunakan komik. Kalau mereka suka gossip, gunakan artis, dst.
Di sini lah pentingnya pengenalan seorang copywriter terhadap karakteristik target audience-nya. Semakin baik ia mengenal mereka, semakin besar kemungkinan ia bisa ‘berbicara’ dengan mereka. Karena itu, carilah dan galilah terus your consumer’s insight! Lakukan wawancara, bergaullah dengan mereka, mencobalah berfikir seperti mereka. Lalu cobalah menjadi kawan yang menyenangkan untuk mereka. Dengan begitu, maka brand yang kita komunikasikan akan memperoleh simpati dari khalayak yang dituju.
Semakin lama saya berada dalam industri ini, semakin saya mengerti mengapa pendekatan positif dalam komunikasi lebih disukai klien. Kenapa? Karena mereka ingin mendapat simpati! Iklan-iklan yang bernada menakut-nakuti, mengancam, memberi aura negative kepada public akan berpotensi mendapat rasa antipati pada sebagian khalayak.
Tapi ya itu tadi, kalau memang target audience-nya senang ditakut-takuti sih… ngga papa juga! Kan yang penting: we can talk to them! Right?
Kamis, Maret 13, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar