Minggu, April 27, 2008

Nge-bunglon, siapa takut?


Dalam kehidupan sehari-hari, disebut-sebut bersifat bunglon adalah hal yang negatif, bukan? Tapi begitu Anda menjadi copywriter, memiliki sifat bak bunglon adalah hal yang positif lho!

Bunglon terkenal karena kemampuannya untuk berubah warna, menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya. Nah, copywriter juga harus mampu menjadi bunglon. Mengapa? Karena kita harus mempunyai kemampuan gaya bahasa yang berbeda untuk disesuaikan dengan target konsumen. Kalau kita harus "berbicara" dengan konsumen remaja, pakailah gaya bahasa ala remaja. Kalau sasaran "dagangan" kita berikutnya adalah untuk para ibu rumah tangga, ya jangan bergaya bahasa ala pekerja perbankan.

Mengapa kita harus bisa jadi bunglon? Maksud dan tujuannya sederhana saja kok...
Supaya iklan kita "kena" di sasaran, supaya iklan kita bisa lebih dekat di hati konsumen. Rebutlah perhatian konsumen Anda dengan bergaya bicara yang dekat dengan keseharian mereka pula. Manfaatkan kosa kata yang umumnya dikenal target konsumen kita.

Gaya bahasa terbagi antara formal dan non formal alias bahasa sehari-hari. Nah, dalam bahasa iklan atau copywriting, umumnya yang kita gunakan adalah bahasa sehari-hari yang tentunya tetap sopan dan jauh dari SARA. Saya menyebutnya "bahasa hati" karena gaya bahasa yang kita pakai sebaiknya bisa membahagiakan hati konsumen kita. Kalau hatinya bahagia, semoga dengan mudah dia pun akan tergerak untuk membeli "dagangan" kita.

Bagaimana cara memperkaya gaya bahasa kita? Yang sudah pasti adalah banyaklah membaca. Baca apa saja, mulai dari buku bermutu sampai tabloid kacangan. Lalu dengarkan radio khusus untuk remaja atau ibu-ibu, bergaullah dengan berbagai kalangan masyarakat, hadiri focus group discussion ketika klien kita mengadakan riset produk mereka. Pantau trend kata-kata di masyarakat. Semakin luas wawasan kita, kemampuan gaya bahasa kita pun semakin beragam.

So mariiiiiii... nge-bunglon, siapa takut?*



*Tulisan ini terinspirasi oleh tagline ciptaan seorang teman saya (saya modifikasi sedikit sesuai konteks di sini). Terima kasih juga untuk Nala Rinaldo - Art Director saya tercinta yang juga mengingatkan saya untuk tidak takut jadi "bunglon" saat berkarya.

Tidak ada komentar: