Dikejar Deadline

Beberapa hari yang lalu, teman saya yang bekerja di sebuah stasiun TV melaporkan "status"nya di Facebook: "Ampuun... dikejar deadline nih!". Beberapa orang mengomentari "status"nya itu, dia pun menjawab: "Dari jaman sekolah, kuliah sampai kerja, SKS itu masih berlaku.". Saya jadi geli sendiri karena jawaban teman saya itu sungguh mengena.

Tidak hanya bagi insan periklanan, konsep SKS hadirnya memang merata di dunia kerja. Entah mengapa kita begitu terbiasa dengan SKS yang lebih ngetop sebagai Sistem Kebut Semalam dalam menyelesaikan tugas. Padahal jauh hari ketika creative brief diturunkan alias sampai di tangan, yang namanya deadline sudah terpampang jelas. Kita asyik mencari ide, bercabang-cabang hingga akhirnya ribet sendiri. Lupa dengan yang namanya simplicity atau kredo Be Single Minded. Lalu kita tersadar, halah... ide belum dapat, besok harus presentasi pertama. Terpaksalah lembur karena kita dikejar deadline. 

Kelihatannya dengan konsep SKS, adrenalin kita lebih mudah dipacu. Kalau sudah kepepet, anehnya ide brilian bisa tiba-tiba muncul. Tapi bukan rahasia juga kadang yang terjadi malah sebaliknya alias idenya memblé yang ditolak mentah-mentah oleh sang Creative Director. Ataukah kata deadline itu sendiri membuat kita jadi seorang procrastinator? Saran saya sih, jangan sampai jadi deh... soalnya antara procrastinator dan pemalas itu tipis bedanya.

Ada juga sisi lain tentang dikejar deadline. Seorang Account Executive muncul di zona departemen kreatif dengan creative brief-nya. Anak kreatif langsung pasang palang, "Lagi dikejar deadline brand A niih... Ngantri ya!". Ternyata, dikejar deadline bisa juga jadi senjata mengelak sementara dari limpahan tugas baru. 

Tapi yang namanya kerja di agency, siapa bilang bisa leyeh-leyeh setelah menyelesaikan satu tugas? Selesai satu deadline, biasanya kita sudah dihadang deadline kedua lalu ketiga, keempat, kelima... dan seterusnya. Makanya, kita akan selalu dikejar deadline deh....