Selasa, Juni 09, 2009

KASUS MANOHARA: POTENTIAL DANGER FOR SBY’S CAMPAIGN

3 juni 2009

Beberapa hari ini hamper semua stasiun TV tengah hot-hot nya meliput kasus Manohara Odellia Pinot yang berhasil pulang ke tanah air setelah ’diselamatkan’ oleh polisi Singapura dengan bantuan kedubes Amerika di sana. Loh? Kok kedubes Amrik siiih? Khan yang kita ributin ini warga Indonesia juga?!! Hehehe…

Dalam beberapa siaran TV tersebut, Manohara seolah-olah ’memojokkan’ kedubes Indonesia yang kurang sigap/tanggap terhadap laporanya, sehingga membuat pihak KBRI di Singapura sempat melontarkan bantahanya:
“Tanpa bantuan kita, mana bisa Manohara pulang ke Indonesia..? Harusnya itu disyukuri!” begitu kurang lebih isi bantahan tersebut.

Tahu ah, mana yang bener... tapi persepsi terlanjur berkembang di tengah masyarakat. Apalagi kalau kita ingat kembali berbagai peristiwa di mana TKW pulang dari Malaysia dalam keadaan mengenaskan.. dan tidak pernah kedengaran ada tindak lanjut dari pemerintah untuk mengusust atau bahkan menuntut pata ’majikan’ semena-mena mereka itu. Jadinya ya, kesannya pemerintah ’nggak peduli’ sama warganya di luar negeri. Ini ’kesan’ lho, bukan kenyataan. Dan bukankah itu esensi dari sebuah image campaign..? it’s all about perception!

Nah, kalau saja persepsi yang buruk ini nggak segera ditangani, waaah… bisa jadi potential threat tuh buat tim sukses SBY! Lawan-lawan politiknya bisa langsung menyambar issue ini dengan menggaungkan janji akan lebih peduli pada warganya yang di luar negeri! Dan bisa-bisa popularitas SBY bakal tergerus abis! Lha wong sekarang aja JK dengan kampanya ‘menjadi Negara yang mandiri’ udah cukup bisa merebut simpati orang yang notabene tadinya ‘kagak nengok’ sama pria kecil berkumis tipis ini…

Sudah lama kita merasa menjadi bangsa yang underdog, terjajah di negeri sendiri (lihat deeeh…. Semua agency gede dan perusahaan multi itu punya siapa...? Siapa yang jadi boss-nya...? Bahkan dalam industri periklanan saja, banyak film director yang dari Malaysia kok..??!!). dan munculnya JK dengan promise ’kemandirian’ ini seolah-olah seberkas cahaya yang menebar setitik harapan... agar kelak kita kembali dengan bangga mengatakan ’aku orang Indonesia!’
Phew!

Kamis, Juni 04, 2009

KASUS PRITA: ”BAD PR” BUAT RS OMNI INTERNATIONAL

Betapa gagahnya rumah sakit dengan embel-embel ’international’ itu memenjarakan seorang ibu rumah tangga hanya gara-gara sebuah surat email! Dijerat dengan undang-undang cyber crime, pula! Lah! Emangnya sekarang udah dilarang ya, nulis ’surat pembaca’. Emangnya rumah sakit ini nggak tahu – atau nggak mau tahu – untuk menggunakan hak jawabnya ya..?

Okelah, katakan RS Omni akan memenangkan kasus ini dan Prita betul-betul dipenjara. Lantas apa yang didapat? Kepercayaan? Atau justru antipati? Rasa takut? Rasa insecure dari masyarakat...?

Hei, bukankah orang datang berobat ke suatu rumah sakit karena ia percaya di sana ia ditangani dengan baik, dengan betul, dan dipenuhi hak-haknya sebagai pasien, termasuk rasa aman serta nyaman dalam menyampaikan keluhan..?

Hari ini saya dengar, para facebooker yang mendukung Prita sudah 11 000 orang. Itu artinya, ada sebanyak itu pula orang yang punya perasaan negatif kepada RS Omni. Belum lagi kalau masing-masing dari mereka menceritakan kepada 10 orang temannya! Coba, berapa banyak orang yang kehilangan seimpati kepada rumah sakit ini...?!

Ingat, brand building is image building. Image adalah persepsi. Di dalam manajemen brand building, ada elemen brand feel. Nah, dengan adanya kasus ini, apa jadinya brand feel of RS Omni? Negative atau positif…? (jawab sendiri deh! Ntar saya ditangkep pula!)

Kalau saja RS Omni tahu how to manage their brand! Mereka tidak akan mengedepankan masalah hukum yang bakal merusak citra mereka hingga beberapa puluhtahun ke depan...

Rabu, Juni 03, 2009

SAY THANKS TO SADOMACHISM

Halah, itu judul kok nggak banget ya? Gak ada hubungan getu loch, sama copywriting! Hehehe... masak siihh...? gimana kalo saya bilang ada..?!! Gak percaya? Coba baca alinea berikut ini...

Awal bulan ini saya ditegur oleh seorang teman yang kebetulan juga atasan saya saat itu (soalnya sekarang kagak lageee!! Horeee!). Dia bilang, saya terlalu keras dalam berkomentar terhadap ide-ide tim kreatif setiap kali kami review, sehingga – kata dia – saya melakukan ’demoralizing the team’ gitu. Secara spesifik dia memberi contoh ketika saya mengomentari pekerjaan Aryo untuk iklan satu halaman yang fully copy untuk Grand Indonesia.

Teguran itu saya anggap input yang baik buat saya yang ceplas-ceplos ini. Oh, barangkali saya melakukan sesuatu yang I really don’t mean it! So, saya panggil deh si Aryo, dan saya tanyakan apakah pendapat boss dia itu betul..? Namun jawaban yang saya dapat sungguh bijak:
‘ngga papa kok bu, it makes me stronger…”

Haha..! Itu baru namanya mental seorang copywriter handal!!

Peristiwa ini mengingatkan saya pada klien saya yang sangat demanding, yang selalu mengomentari buruk terhadap script-script saya. Namun kala itu, komentar itu justru mendorong saya untuk membuat script yang lebih baik lagi! Dan hasilnya..? Sebuah gold di pariwara!

So, kalau komentar-komentar keras dalam review itu bisa saya katakan sebagai sadomasichism, maka i’d rather say thanks to sadomsochism! Sebab bagi mereka yang memiliki jiwa penakluk, jiwa yang suka tantangan, maka komentar pedas adalah ’boost up’ bagi kreativitas kita!

Ada sebuah kalimat yang bagus untuk menggambarkan hal ini:
Bila perjalanan kita terasa nyaman, maka kita pasti tengah menurun. Namun bila perjalanan kita terasa terjal dan sulit.. itu berarti kita tengah mendaki!

Bravo!

Please remember: review itu bukan ladang pembantaian, melainkan tempat di mana kita bisa meningkatkan kualitas karya kita! So, why take it so hard...?